IRREVERSIBLE #Two

irrev2

 

— Two —

Hari ini dia menggunakan Ascot Chang berwarna langit malam.

Bukan hitam.

Bukan juga biru tua.

Langit malam.

Gelap. Segelap tatapannya tiap kali mata hitam itu menatap Rocessa yang duduk ditempat duduknya. Gadis itu menolak tiap kali Alena—ataupun teman sekelasnya yang lain memanggil Jay dengan sebutkan mister atau professor saat mengobrol dengannya. Bukannya apa, tetapi bagi Rocessa, bukanlah hal yang lazim ketika seorang dosen berpenampilan seperti dia.

Rocessa Han duduk menyampingkan rambutnya disebelah kanan, tangan kirinya memangku dagu, dan menyilangkan kakinya. Mata cokelat transparan itu masih terpaku pada sosok yang berbicara panjang lebar didepan ruangan.

Hari ini adalah pertemuan kedua mereka didalam kelas, tetapi itu bukan berarti mereka tak pernah bertemu diluar jam kuliah. Kerap kali kehadiran Jay membuat tubuh Rocessa mematung dan diam ditempat.

Beberapa kali juga dia menemukan Jay duduk sendirian di bar dengan segelas scotch.

Terkadang dia bertanya-tanya dalam hati, apa yang sebenarnya terjadi didalam kepada seorang Jay Park? Apa yang dia pikirkan dan apa yang sedang dia hadapi? Rocessa Han sedikit penasaran. Sedikit.

Ponselnya bergetar beberapa kali, dalam satu hentakan, Rocessa kembali kedalam dunia nyata, ditarik secara paksa dari isi pikirannya yang sedikit berlebihan tentang Jay Park. Jemari panjang itu kini menggenggam ponselnya.

Nama Luhan tertera disana.

Dengan sigap, Rocessa langsung menegakkan posisi duduknya, seakan dengan satu pesan singkat saja Luhan bisa melihat apa yang sedang dia lakukan di Los Angeles. Gadis itu membuka layar kuncinya dan membaca pesan singkat disana.

Mata cokelat transparan itu bergantian menatap langit dan layar ponselnya.

Masih terlalu pagi untuk mengatakan hal picisan seperti ‘Aku merindukanmu.’ bukan?

Tetapi, alih-alih mengunci kembali ponselnya dan tenggelam kedalam isi pikirannya sendiri, Rocessa Han menggerakkan jemarinya diatas layar ponsel, mengetik balasan pesan singkat untuk Xi Luhaan yang berada di New York sana.

Diamlah. Aku sedang berada didalam kelas.

Terkirim.

Gadis itu kembali mengunci layar ponselnya dan mendengarkan penjelasan Jay tentang seberapa pentingnya mereka mempelajari sejarah agar kita bisa membangun karakter diri kita masing-masing setelah mengetahui bagaimana dunia ini bisa terbentuk berdasarkan sejarah.

Celana Merlyn.

Sungguh topik yang sangat membosankan.

Ponselnya kembali bergetar. Nama Xi Luhan kembali tertera disana dengan satu pesan singkat yang terdengar cukup manja. Demi Tuhan, Rocessa benar-benar ingin mengeluarkan isi perutnya saat ini juga. Disaat seperti ini, pertanyaan nyata seperti mengapa dia seharusnya menolak Luhan selalu muncul.

Meskipun seperti itu, tetap saja sebuah senyum lebar terpatri diwajah sempurna bak pahatan patung dewi Yunani tersebut.

“Dan sepertinya Nona Han memiliki jawaban bagaimana Amerika bisa mempertahankan statusnya sebagai pemenang perang dunia kedua hingga detik ini.” Suara itu menyadarkan Rocessa dari pikirannya sendiri.

Gadis itu mengerjapkan mata cokelat transparannya selama beberapa kali dan menatap Mr.Park yang kini sedang tersenyum manis menatapnya dari depan sana. Rocessa menatap siluet Jay dengan tatapan bingung bercampur tak percaya.

Sialan.

 

***

 

“Hari ini aku akan berangkat ke California untuk urusan bisnis.”

Perhatian Xi Luhan tersita begitu saja. California?

Lupakan semua pekerjaannya, lupakan semua kesibukannya. Tiap kali dia mendengar nama kota itu disebutkan, maka seluruh isi pikirannya hanya tertuju pada satu nama. Setiap bagian dari sel yang ada disudut tubuhnya bergerak pada satu tujuan. Tulang-tulang yang membentuk badannya membeku seakan mereka ingin menyuarakan isi hati mereka.

Rocessa Han.

“California?” ulang Luhan, terlalu  takut jika pendengarannya sedikit menipu akal sehatnya. Baru satu minggu yang lalu dia melepas kepergian Rocessa, dan rasanya seakan dia tak pernah lagi melihat matahari pagi yang bersinar terang benderang.

Asap kabut seakan menutupi semua akal sehatnya sejak hari pertama Rocessa meninggalkannya untuk menuntut ilmu disana.

Kris Wu hanya mengangkat keningnya, menjawab pertanyaan Luhan dengan jelas dan singkat, serta tanpa suara. Dia sangat tahu bahwa kota itu akan membuat kawannya bereaksi secara berlebihan.

“Ini adalah perjalanan bisnis yang melibatkan kerjasama perusahaan kita. Dan aku mengatakan hal ini agar kau tak bertanya-tanya dengan bingung, kemana aku akan pergi selama dua bulan kedepan.” Kris mengedikkan bahunya dengan cuek.

“Dua bulan?” ulang Xi Luhan, sedikit menaikkan volume suaranya dengan mata yang membulat tak percaya. Sungguh berita yang sangat menakjubkan. Dia baru saja membangun satu kerjasama dengan Dragon Fly Corporation dan sekarang Kris akan meninggalkannya selama dua bulan untuk bersenang-senang dengan gadis-gadis California.

Jangan tanya mengapa dia bisa tahu tentang hal itu.

Bukan Kris Wu namanya jika dia bepergian tanpa melirik para gadis disekitarnya.

“Ya. Kau tahu, gadis-gadis California cukup sulit untuk didapatkan bukan?” laki-laki itu mengedipkan mata kanannya dengan santai. Benar bukan? Gadis California adalah salah satu dari tujuan Kris Wu berkunjung kesana selama dua bulan.

Sebelum Luhan sempat mengutarakan isi pikirannya, laki-laki yang sering dijuluki tiang listrik itu mengangkat tangan kanannya—secara tidak langsung meminta Luhan untuk bungkam. “Untuk itu aku datang kemari dan mengajakmu. Ada beberapa pekerjaan yang harus kita selesaikan bersama disana. Dan satu pekerjaan yang harus kau selesaikan sendiri.”

Ungkapan terakhir tertuju untuk Rocessa. Kris memainkan jemarinya dibingkai foto tanpa wajah yang ada diatas meja. Tak ingin Kris melihat Rocessa, alasan sederhana dari Luhan ketika kawannya bertanya mengapa dia membalikkan isi foto dalam keadaan terbalik.

Kini Xi Luhan tenggelam dalam isi pikirannya sendiri.

Kejutan untuk Rocessa terdengar cukup imut didalam kepalanya. Tetapi, entah apa respon yang akan dia dapatkan dari gadis itu ketika dia tiba-tiba muncul didepan apartemennya tanpa diduga sebelumnya.

Rocessa menyukai kejutan.

Dan Luhan sangat mengetahui hal itu.

Mata hitam itu menatap kearah kawannya dan tersenyum tipis. “Charlotte, siapkan barang-barangku. Aku akan berangkat ke  California untuk perjalanan bisnis dengan direktur Dragon Fly Corporation.”

 

***

 

“Dia tinggal sendirian disebuah apartemen.”

Rocessa Han mengedipkan matanya dua kali sebelum menatap gadis bersurai hitam yang kini duduk didepannya, mengunyah french fries miliknya dengan santai. Jemarinya yang sedari tadi bergerak diatas kertas putih kini terhenti begitu saja.

Jika dia tak salah ingat, mereka berdua sedang membahas Mr.Park dan seberapa mengesalkannya dia. Bagaimana tidak? Hanya karena Rocessa Han tak bisa menjawab pertanyaan yang dilontarkan kepadanya tadi, Jay kini berhasil membuatnya duduk di cafetaria dengan macbook kesayangannya yang terbuka dan menayangkan situs web berisi tentang betapa kuatnya Amerika Serikat.

Bibirnya terkatup rapat, mata cokelat transparan itu menatap Alena Shin dengan teduh.

“Definisikan kata dia,” pinta Rocessa yang kembali menuangkan konsentrasi penuhnya diatas kertas essay miliknya.

“Mr.Park tinggal sendirian disebuah apartemen. Kurasa itu berarti dia belum menikah ataupun memiliki keluarga. Entahlah. Gossip yang beredar seperti itu,” jelas Alena yang kini menyeruput diet coke miliknya.

Jay tinggal sendirian, dan kemungkinan besar masih lajang. Itulah kesimpulan yang terpatri didalam pikiran Rocessa. Jadi, laki-laki mengesalkan tanpa sopan santun itu masih lajang, pikirnya secara sederhana. Oh ayolah, takkan ada perempuan bodoh yang mau menyerahkan dirinya kepada laki-laki tanpa etika seperti itu.

Well, perkataan terakhir mungkin terlalu kejam.

Rocessa Han membenarkan posisi duduknya dan meletakkan pulpen yang sedari tadi ada digenggaman tangannya. Mata cokelat transparan itu kini menatap Alena dalam diam, gadis itu tenggelam didalam isi pikirannya sendiri. Jay Park berhasil membuatnya penasaran.

Rambut cokelat terang itu beterbangan tertiup angin pantai, sementara bibirnya masih terkatup rapat.

“Mungkin dia memiliki seorang kekasih,” celetuk Rocessa dengan asal, jemari tangannya kembali menari diatas kertas, menuliskan segala sampah berisi pujian tentang kehebatan Amerika. Rocessa sendiri tak terlalu menyukai hal seperti ini, karena menurutnya Amerika hanya satu Negara kuat yang memiliki begitu banyak pencitraan dengan membawa satu bukti kosong tanpa hasil nyata.

Alena Shin menguncir surai hitamnya menjadi bentuk kuda dan mengerjapkan matanya beberapa kali. Sosok Rocessa selalu terlihat sangat cantik. Terlalu cantik untuk dilewatkan tatapan matanya hingga dia tak menangkap kalimat terakhir yang diungkapkan oleh gadis itu. Alena menggelengkan kepalanya, berusaha menyadarkan dirinya dan menatap Rocessa dengan bingung.

“Apa yang baru saja kau katakan?”

Rocessa Han menggelengkan kepalanya dengan cepat, menaruh perhatian kepada dosennya sendiri bukanlah hal yang bagus. Terlebih lagi jika orang itu adalah Park Jae-Bum. Dia tak menyukai laki-laki itu sejak pertemuan pertama mereka.

Ingatan Rocessa adalah hal yang tak bisa dianggap remeh. Dia ingat dengan jelas bahwa lengan bertato macan itu yang menabraknya di bandara, laki-laki yang bertemu dengannya di meja bar dan dosen yang mengajar di fakultas miliknya.

“Kurasa dia tak memiliki seorang kekasih,” celetuk Alena seakan bisa membaca pikiran Rocessa.

Gadis itu terkesiap, perhatiannya tersita begitu saja dan makalah tentang kekuatan Amerika Serikat terlupakan begitu saja. Oh Demi Tuhan! Dia tak bisa berubah menjadi mahasiswa murahan yang memberi perhatian kepada dosen muda nan seksi.

Tunggu, apa yang baru saja dia pikirkan?! Rocessa Han pasti sudah gila.

 

 

***

 

 

Udara Los Angeles sangat bersahabat. Pantai bisa saja terletak beberapa kilometer dari sini, tetapi Luhan bisa mencium bau air pantai yang asin, bau bebatuan karang yang sedikit demi sedikit terkikis oleh air pantai.

Dan Xi Luhan bisa merasakan kehadiran Rocessa Han, entah bagaimana caranya. Atau mungkin semua indera di dalam tubuhnya sudah terlalu mati untuk merasakan hal lain selain apapun yang berhubungan dengan gadis itu, Luhan tak tahu.

“Awal yang sangat bagus bukan?”

Suara berat milik sahabatnya menyadarkan Luhan dari khayal yang benar-benar jauh dari tempatnya berpijak sekarang. Ketika tersadar, tubuhnya masih berdiri ditengah-tengah kerumunan banyak orang yang kini menatap Kris dengan tatapan takjub.

Ah, dia lupa.

Xi Luhan lupa bahwa kawannya ini adalah magnet para gadis kemanapun dia melangkah. Kris Wu adalah sosok dengan tinggi menjulang serta wajah tampan bak seorang model. Setiap sudut wajahnya seakan dipahat oleh ahli—dan Luhan sedikit iri dengan fakta tersebut.

Kris membuka kacamata hitam yang menempel diwajahnya. Berbeda dengan Luhan yang menggunakan setelan resmi, Kris menggunakan baju yang benar-benar casual—membuatnya semakin terlihat seperti model catwalk yang sedang memamerkan koleksi musim panas terbaru milik Dolce&Gabbana.

Entahlah. Xi Luhan sama sekali tak ingin memikirkan hal itu. Satu-satunya hal yang dia inginkan saat ini hanya berada di dalam pelukan Rocessa secepat mungkin dan menghirup harum tubuh gadisnya yang sudah sangat dia rindukan.

 

to be continue…

2 thoughts on “IRREVERSIBLE #Two

  1. There is one wild, disturbing suscipion I have when I read this-_- Apakah ada hubungan Cessa, Luhan, sama Jay? Soalnya aku mengingat cerita prolog irreversible yang membingungkan…

Your Appreciation